Apa itu Emotional Eating dan Cara Mengatasinya
Pernahkah Anda tiba-tiba ingin makan es krim, cokelat, atau makanan favorit lainnya padahal baru saja selesai makan? Atau Anda merasa gelisah, stres, atau kesepian—lalu makanan jadi pelampiasan utama? Jika iya, Anda tidak sendirian. Banyak orang mengalami emotional eating tanpa sadar, dan kondisi ini menjadi alasan kuat kenapa berat badan sulit turun meskipun sudah mencoba berbagai diet.
Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu emotional eating, tandanya, penyebab psikologisnya, serta bagaimana mengatasinya secara sehat tanpa diet ketat.
Apa Itu Emotional Eating?
Emotional eating adalah pola makan yang dipicu oleh emosi, bukan rasa lapar fisik.
Makanan menjadi “pelarian” untuk menenangkan diri ketika emosi negatif muncul.
Biasanya emosi ini berupa sedih atau kesepian, stress pekerjaan atau keluarga, bosan di rumah, cemas, takut gagal, marah atau tersinggung
Dalam jangka panjang, emotional eating akan berdampak pada kenaikan berat badan cepat, ketergantungan pada makanan sebagai coping mechanism, rasa bersalah dan rendah diri, diet yang terus gagal
5 Tanda Anda Termasuk Emotional Eater
Berikut indikasi paling mudah dikenali:
1. Makan Saat Tidak Lapar
Anda makan meski perut sebenarnya belum butuh energi.
2. Ngidam Makanan Tertentu
Biasanya makanan tinggi gula, garam, atau lemak, contohnya cokelat, keripik, gorengan, es krim atau mie instan. Itulah makanan yang memberi kelegaan cepat untuk emosi.
3. Makan Terburu-Buru dan Tidak Sadar
Habis banyak dalam waktu singkat. Setelah sadar, Anda menyesal.
4. Makanan Jadi Teman Emosi
seorang emotional eater jika menghadapi suatu masalah, maka kecenderungan untuk mengatasi masalah itu dengan cara makan. Saat sedih, kecewa, bosan ataupun saat stress, maka solusi yang diambil adalah makan. Dengan kata lain Makanan menggantikan dukungan emosional.
5. Rasa Bersalah Setelah Makan
Muncul pikiran:
“Kenapa aku nggak bisa kontrol diri?”
“Aku lemah.”
Rasa bersalah ini memicu makan lebih banyak
Kenapa Emotional Eating Terjadi?
Terdapat faktor psikologis yang berperan, seperti:
1. Pola Asuh dan Trauma Masa Lalu
Sering diberikan makanan saat menangis atau sedih, maka akan terbentuk definisi di otak yang menghubungkan makanan sama dengan kenyamanan.
2. Stres dan Tekanan Hidup
Hormon kortisol meningkatkan keinginan makan makanan tinggi energi.
3. Kebiasaan Sejak Lama
Tanpa sadar dilakukan bertahun-tahun sehingga menjadi perilaku otomatis.
4. Diet Ketat
Semakin ditekan, semakin ingin “balas dendam” makan banyak.
Ironis: banyak orang emotional eater justru yang paling sering diet.
Bagaimana Mengatasi Emotional Eating?
Tidak perlu melakukan program landsing atau diet ekstrem atau larangan makanan.
Yang perlu diperbaiki adalah emosi dan mindset.Berikut langkah yang terbukti membantu:
1. Sadari Pemicu Emosi
Catat kapan Anda makan berlebihan & emosi apa yang muncul.
2. Latih Mindful Eating
Makan pelan-pelan, rasakan tekstur & rasa makanan.
3. Cari Pengganti Makanan untuk Mengatur Emosi
Jalan kaki sebentar, minum air, journaling, latihan pernapasan, bicara dengan teman
4. Self-Compassion
Berhenti menyalahkan diri. Proses ini perlu waktu.
5. Ikut Program yang Fokus pada Mindset
Emotional eating tidak bisa diselesaikan hanya dengan aturan diet. Butuh bimbingan untuk mengubah akar mental dan emosional.
Kenapa Memilih MindSlim Program?
MindSlim Program dirancang untuk:
✨ Mengendalikan nafsu makan secara alami
✨ Mengelola stres dan emosi tanpa makanan
✨ Turunkan berat badan tanpa pil, alat, atau diet
✨ Hasil permanen karena berbasis perubahan mindset
✨ Sudah membantu lebih dari 15.000 klien di Indonesia & Asia👟 Anda bisa makan apa saja
🧠 Tapi cara otak memandang makanan menjadi lebih sehatSiap Keluar Dari Lingkaran Emotional Eating?
Jika Anda merasa:
✔ makan selalu jadi pelarian
✔ diet berulang tapi selalu gagal
✔ ingin tubuh ideal & hidup yang lebih sehat👉 Anda bisa gabung MindSlim Program dan mulai perjalanan hidup baru yang lebih ringan & bahagia
